MENGHAPUS BUDAYA SALING MENYALAHKAN DI TEMPAT KERJA

“Ketika satu jari menunjuk orang lain, empat jari yang lain menunjuk diri sendiri. Hidup bukanlah permainan salah-menyalahkan. Hidup adalah permainan untuk mengerti dan mengelola segala sesuatu dengan tanggung jawab.”~Djajendra

Ketika target tidak tercapai, orang lain yang disalahkan. Ketika tujuan tidak tercapai, orang lain yang disalahkan. Ketika hati tidak damai, orang lain yang disalahkan. Ketika pengeluaran besar dan kebutuhan tidak terpenuhi, orang lain yang disalahkan. Ketika karir tidak naik-naik, orang lain yang disalahkan. Ketika pimpinan menilai kinerjanya dengan rendah, orang lain yang disalahkan. Ya, apapun kejadian yang merugikan dirinya, orang lain yang disalahkan. Mental menyalahkan orang lain sangatlah berbahaya di tempat kerja.

Perilaku yang sering menyalahkan orang lain di tempat kerja adalah perilaku yang gagal untuk bertanggung jawab atas keberadaannya di tempat kerja. Orang-orang yang terbiasa menyalahkan orang lain hidupnya berpusat pada masalah demi masalah, mereka selalu menganggap dirinya sebagai korban, selalu mengasihani diri sendiri atas berbagai peristiwa yang menunjukkan ketidakmampuan untuk bertanggung jawab.

Orang dengan mentalitas dan perilaku yang selalu merasa sebagai korban, tidak akan pernah menghasilkan kinerja dan prestasi. Mereka terbiasa dan terlatih untuk menghindari tanggung jawab, serta sangat pintar untuk memainkan peran kemalangan atau ketidakadilan atas dirinya. Mereka selalu bersembunyi di dalam alasan demi alasan, sehingga tidak bisa diandalkan untuk menjadi energi positif dalam membangun keberhasilan organisasi.

Seorang karyawan dengan mentalitas korban dapat menimbulkan masalah nyata bagi kemajuan perusahaan. Oleh karena itu, tim manajemen yang baik pasti segera menangani penyakit salah-menyalahkan agar tidak merusak moral dan produktivitas di tempat kerja. Membiarkan kebiasaan salah-menyalahkan di tempat kerja, sama saja seperti menyetujui untuk kegagalan dalam pencapaian kinerja.

Berurusan dengan mentalitas korban memang tidak mudah. Persepsi dan keyakinan dirinya sebagai korban dari perlakukan tidak adil; korban dari intimidasi; korban dari diskriminasi; korban dari sistem; korban dari hubungan tidak baik; dan korban dari apapun yang dia inginkan. Jadi, perlu dipahami bahwa mental dan perilaku dia selalu mencurigai orang lain sebagai penyebab ketidakmampuan dirinya dalam mencapai prestasi. Jelas, orang-orang mentalitas korban haruslah segera diperbaiki, kalau tidak bisa diperbaiki lagi, segeralah keluarkan mereka dari struktur organisasi agar tidak merusak proses kerja.

Perusahaan yang berbudaya unggul selalu mampu menangani orang-orang bermental salah-menyalahkan. Penegakkan etika yang konsisten dan profesional dapat menghindari kerusakan moral kerja akibat salah-menyalahkan. Menyiapkan pedoman tata krama dan kode etik, lalu dijalankan dengan penuh disiplin dan tanggung jawab akan mengurangi budaya salah-menyalahkan di tempat kerja. Membiarkan budaya korban dan salah-menyalahkan di tempat kerja hanya akan merusak produktivitas, merusak hubungan kerja, dan merusak kepercayaan di dalam proses kerja. Dampaknya, semua orang selalu berada dalam konflik dan politik kantor, yang sibuk mengurusi sama-sama lain dan lupa untuk bekerja dengan efektif.

Profesionalisme dan budaya kerja yang kuat harus ditegaskan melalui standar perilaku kerja. Jadi, setiap karyawan di tempat kerja wajib memberikan pertanggung jawaban atas pekerjaan dan hubungan kerja. Tidak boleh ada alasan untuk pembenaran atas kelemahan dalam hubungan kerja. Setiap orang harus terlatih untuk mengendalikan situasi dan menyelesaikan tugas-tugas tepat waktu, tanpa alasan.

Setiap karyawan dibangun dalam bangunan kerja tim yang solid. Perasaan syukur, terima kasih, dan rasa bersatu dengan yang lain harus dikuatkan agar perilaku menyalahkan hilang. Dan juga, pengembangan kepercayaan diri harus lebih dikuatkan agar apapun situasinya dapat dilalui dengan keberanian dan penuh tanggung jawab

Penguatan komunikasi dan hubungan yang etis di dalam budaya kerja harus selalu menjadi perhatian dan kepedulian setiap orang. Dalam hal ini, manajemen harus memiliki inisiatif untuk memberikan pelatihan dan motivasi yang terus-menerus agar setiap orang memiliki kesadaran untuk berkinerja, dan tidak menjadikan dirinya sebagai korban dalam proses kerja.

Manajemen tidak boleh membiarkan standar kerja dan standar perilaku terganggu oleh realitas apapun. Standar yang kuat akan membantu sistem dalam proses kerja. Jadi, tim manajemen harus selalu bertindak cepat untuk menyelamatkan standar kerja dan standar perilaku agar budaya salah-menyelahkan tidak berlanjut dalam konflik panjang yang berlarut-larut.

Setiap karyawan harus ikhlas dan tulus dalam menerima tanggung jawab, serta memiliki integritas yang tinggi untuk menyelesaikan semua tugas, tanpa menyalahkan satu sama lain. Di samping itu, semua karyawan harus dilatih dan dibiasakan untuk dapat mengontrol reaksi terhadap realitas yang sulit, serta menjadi kreatif untuk mengatasi masalah-masalah yang merusak hubungan kerja.

Untuk training hubungi www.djajendra-motivator.com