Aku Bukan Mahatahu

“Kalau Anda Merasa Mahatahu Atas Semua Takdir Kehidupan Anda, Maka Potensi Diri Anda Akan Lenyap Oleh Perasaan Sombong Anda.” – Djajendra

Persepsi adalah sumber perilaku, penyebab eksistensi diri terhadap pikiran, dan persepsi menjadi kacamata diri dalam melihat warna kehidupan ini. Persepsi untuk hidup dalam pengendalian diri yang terukur dengan nilai spiritual positif, dan yang merupakan sifat penting dalam menjadikan diri sebagai pribadi yang sederhana dan pembelajar, tidak lain adalah hasil dari pemahaman diri terhadap prinsip hidup yang berbunyi “Aku bukan mahatahu”.
Meminjam kalimat Stephen R. Covey dari bukunya “The 7 Habits Of Highly Effective People” yang mengutip kata – kata Joseph Addison yang berbunyi “Ketika saya melihat makam orang – orang besar, semua emosi rasa iri pudar dalam diri saya; ketika saya membaca tulisan – tulisan di atas batu nisan orang – orang cantik, semua keinginan yang tak terkendali menjadi sirna; ketika saya melihat kesedihan para orangtua di atas batu nisan, hati saya luluh dengan rasa iba; ketika saya melihat kuburan para orangtua itu sendiri, saya memikirkan sia – sianya kedukaan mereka yang kita harus ikuti dengan cepat: ketika saya melihat para raja berbaring di dekat orang – orang yang menumbangkan mereka, ketika saya memikirkan orang – orang yang dulu saling bersaing kini berbaring berdampingan, atau orang – orang suci yang membagi – bagi dunia dengan pertentangan dan perselisihan mereka, saya merenung dengan duka dan heran melihat kompetisi, penggolongan, dan perdebatan umat manusia. Ketika saya membaca beberapa tanggal pada batu nisan, dari beberapa yang meninggal kemarin, dan beberapa yang meninggal enam ratus tahun yang lalu, saya memikirkan Hari Agung dimana kita semua menjadi orang sezaman, dan tampil bersamaan”.
Suara hati Joseph Addison melalui tulisannya tersebut menggambarkan betapa dia menginginkan suatu dunia yang aman dan nyaman buat setiap penghuninya tanpa terkecuali. Persoalannya adalah kehidupan ini tidak sederhana, dan setiap orang memiliki persepsi masing – masing dalam melihat kehidupan dari sisi kacamata mereka, sama seperti Joseph Addison yang mencoba mengungkapkan persepsi kehidupan dari kacamata hidupnya. Tetapi sebagai manusia cerdas seharusnya sudah menjadi kewajiban setiap orang untuk berpikir bahwa kita semua “bukan mahatahu”. Oleh karena itu, belajarlah selalu dengan segala kerendahan hati bersama segala pikiran positif dalam kreatifitas kerja tanpa batas. Dan jangan pernah lupa untuk selalu belajar mengendalikan diri dari semua pikiran negatif yang merusak keseimbangan hidup.

Biarkan kreatifitas tumbuh dengan subur bersama lingkungan yang beraura positif, dan jangan pernah membangun “doktrin” untuk mengikat hasil kreatifitas dalam sebuah keharusan, sebab “doktrin” tersebut suatu ketika nanti akan mengurung semua kreatifitas dan memenjarakan potensi – potensi sukses setelah Anda, ke dalam lubang persepsi “mahatahu”.
Di seluruh dunia kehidupan kita ini ada banyak kelompok – kelompok masyarakat yang membangun pertahanan diri melalui satu persepsi yang absolut untuk dipahami oleh mereka sebagai “doktrin” gaya hidup kelompok tersebut. Semua ini terjadi karena kompetisi hidup yang tinggi, sehingga diperlukan sebuah energi besar yang mampu mengikat setiap orang dalam kelompok dengan tali pengikat yang saya beri nama “doktrin”. Apakah mereka salah mempertahankan eksistensi persepsi hidup mereka dengan sebuah doktrin yang mengikat setiap orang di dalam kelompoknya? Apabila saya ditanya seperti itu, maka jawaban saya adalah tidak ada yang salah dengan sebuah doktrin, selama doktrin tersebut bersifat terbuka dan mampu menghadapi tantangan – tantangan realitas zaman secara sempurna dalam kerangka nilai – nilai kebaikan bersama. Manusia adalah kreatifitas yang harus mampu mengendalikan dirinya agar manusia tidak menjadi sang “mahatahu”, sebab sekali manusia menjadi sang “mahatahu”, pasti malapetaka besar akan datang merusak semua potensi – potensi kreatifitas positif menjadi potensi – potensi negatif yang berkarakter angkaramurka. Jelas kebahagian, kenyamanan, keamanan, dan kebaikan akan segera hilang tergantikan oleh semua potensi negatif yang akan membuat setiap diri seperti di dalam neraka yang mereka pikirkan.
Dengan memusatkan kehidupan kepada segala potensi kebaikan, maka kita akan mengerti kenapa hidup perlu selalu dikendalikan agar kita tidak menjadi “manusia mahatahu”. Perasaan aman dan nyaman lahir dari sikap  kreatif dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi, dan bukan menjadi pribadi yang “mahatahu”. Sekali kesombongan pikiran dan perasaan terperangkap kepada kalimat “Aku Adalah Mahatahu”, maka tamatlah potensi kreatifitas sukses untuk tumbuh terus dalam setiap situasi bersama pengetahuan, wawasan, dan teknologi baru. Hidup selalu berubah arah, kadang ke atas, kadang ke bawah, seperti grafik detak jantung. Jangan pernah bermimpi untuk menjadi “mahatahu”, sebab akhirnya Anda akan tinggal bersama kemiskinan jiwa yang membangunkan istana indah bersama persepsi hidup Anda dalam ruang “Aku Mahatahu”. Semoga Anda tidak terjebak ke dalam kehidupan semu yang merasa Anda adalah “mahatahu”. “Masih ada langit di atas langit”, bunyi peribahasa kuno.

Untuk seminar/training hubungi www.djajendra-motivator.com